WAHDAT AL-ADYAN

WAHDAT AL-ADYAN


LATAR BELAKANG SOSIAL KEAGAMAANNYA

A. Konsep WAhdat al-Adyan

Dunia tasawuf dikenal anyak memiliki konsep tentang al-wahdat (kesatuan), seperti wahdat al-wujud, wahdat al-syuhud, wahdat al-ummah, dan wahdat al-adyan. Berdasarkan hasil rangkuman Ahmad Amin, konsep itu diperkirakan berawal dari penjabaran formulasi kalimat tauhid. La ilaha illallah, yang mempunyai implikasi sangat dalam bagi kehidupan umat islam, sebab kalimat ini merangkum secara universal bagaimana seharusnya manusia hidup memandang diri manusia, dan alam dalam kaitannya dengan yang mutlak (Tuhan). Segala sesuatu dipandang sebagai wujud dari karya Tuhan dan fenomenakebesarannya.

Salah satu ajaran al-wahdat terseut adalah wahdat al-adyan (kesatuan agama-agama) yang banyak ditanggapi pro maupun kontra oleh berbagai kalangan. Ajaran wahdat al-adyan ini merupakan untaian dari ajaran al-hallaj yang lain, yaitu teori hulul dan nur Muhammad, wahdat al-adyan memiliki kaitan langsung karena menurut al-hallaj, nur Muhammad merupakan jalan hidayah (petunjuk) dari semua nabi. Oleh karena itu pada dasarnya agama – agama berasal dari dan kembali pada pokok yang satu, karena memancar pada cahaya yang satu, perbedaan yang ada dalam agama-agama hanya sekedar perbedaan dalam bentuk dan namanya, sedangkan hakikatnya sama, bertujuan sama, yakni mengabdi kepada Tuhan yang sama pula. Jadi semua agama, apa pun namanya berasal dari tuhan yang sama dan bertujuan sama

B. Kondisi Sosial Politik dan keagamaan sekitar lahirnya Wahdat Al - Adyan

Al-Hallaj sang pencetus wahdat al-adyan, hidup di bawah pemerintahan dinasti bani abbasiyah. Pemerintah ini berkuasa dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni sejak tahun 750-1258 M/ 132-656 H. kekuasaannya menggantikan dinasti umayyah yang telah mereka runtuhkan. Dan nama dinasti yang didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas ini dinisbatkan kepada al-abbas, paman Nabi Muhammad saw, yang merupakan nenek moyang mereka.

Selama dinasti ini berkuasa di Baghdad pola pemerintahan yang diterapkan berbeda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya yang terjadi. Berdasarkan perubahan pola tersebut para sejarawan membagi masa pemerintahan bani Abbasiyah ini menjadi lima periode.

Selama dinasti ini berkuasa di Baghdad pola pemerintahan yang diterapkan berbeda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya yang terjadi. Berdasarkan perubahan pola tersebut para sejarawan membagi masa pemerintahan bani Abbasiyah ini menjadi lima periode.

1. Dinasti Bani Abbasiyah Periode Persia I (750-847 M/ 132-232 H)

Selama rentang waktu pemerintahannya, Bani Abbasiyah telah menampilkan 38 orang khalifah. Pusat pemerintahan berada di kota baghdad, irak. Sistem oemerintahan periode pertama ini dipengaruhi oleh persia. Karena berkaitan dengan faktor kejatuhan dinasti bani umayyah, salah satunya adalah kekecewaan kaum mawali.

Selain itu ada kesamaan arah langkah antara kaum mawali yang mayoritas hidup diperkotaan dan berniaga, dengan bani abbasiyah yang termasuk bani hasyim. Keduanya lebih menyukai kebijakan menuyu kepada stabilitas, ketertiban, dan kemakmuran rakyat dan negara melalui pengembangan perdagangan, ketimbang kebijakan ekspansif yang dimiliki oleh pemerintah bani umayyah.

Dalam periode awal ini, banyak kemajuan yang patut dicatat dan sangat mengagumkan, baik dibidang politik, ekonomi maupun sosial-budaya serta dalam keagamaan. Pengaruh persia ini telah membentuk peradaban islam dan mendominasi kehidupan intelektualnya, terutama berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra, selain itu ciri yang menonjol dari periode ini, negara telah menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan guna memajukannya.

2. Dinasti Abbasiyah Periode kedua Dalam pengaruh Turki I (847-945 M/232-334 H)

Puncak kejayaan perdaban dalam islam memang terjadi dicaman al makmun (813-817 H). namun jika dicermati, masa ini pula yang menjadi titik awal munculnya embargo kemunduran dunia islam, khususnya dibidang politik. Ada beberapa kebijakan politik al-makmun yang menjadi pangkal kemunduran periode II ini. Permata, al-makmun membuat kebijakan iquisisi terhadap para tokoh masyarakat dan ulama. Kebijakan ini, menurut analisis watt, dalam upaya memperlemah pengaruh ulama konstitusionalisis dan mengangkat pamor otokratik yang kharismatis yang mampu memimpin dengan tidak hanya bergantung pada supremasi syari`ah. Kedua, al- makmun lah yang memulai merekrut serdadu bangsa turki, dengan pertimbangan bahwa mereka tidak berpihak kemana-mana dalam pertikaian politik, selain gagah berani karena pada saat itu, persaingan tak sehat terjadi antara suku arab dan persia. Ketika al-mu`tasim memerintah (833-842M/218-277H), kebijakan ini semakin diperkuat sehingga jumlah mereka telah mencapai sekitar 70.000 orang serdadu. Khalifah juga membentuk pasukan pengawal yang sebelumnya belum pernah ada. Diantara serdadu bayaran tadi ada yang dipercaya untuk menduduki jabatan tinggi, sehingga menimbulkan kemarahan dihati para penduduk lama, baik bangsa arab maupun persia.keadaan ini tentu berakibat politis pula, karena langkah tersebut dibarengi dengan penyingkiran orang-orang arab dan persia yang berpengaruh, agar mereka tidak meyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan padahal menuru carl brooklemann, sebagaimana dikutip oleh syalabi, orang – orang turki terkenal angkuh dan sangat kejam. Sehingga ketika khalifah berusaha menghindarkan perebutan kekuasaan antara orang arab dengan orang persia, justru terjerumus kejurang kekuasaan orang turki.

1. Dinasti Abbasiyah Periode kedua Dalam pengaruh Turki I (847-945 M/232-334 H)

Puncak kejayaan perdaban dalam islam memang terjadi dicaman al makmun (813-817 H). namun jika dicermati, masa ini pula yang menjadi titik awal munculnya embargo kemunduran dunia islam, khususnya dibidang politik. Ada beberapa kebijakan politik al-makmun yang menjadi pangkal kemunduran periode II ini. Permata, al-makmun membuat kebijakan iquisisi terhadap para tokoh masyarakat dan ulama. Kebijakan ini, menurut analisis watt, dalam upaya memperlemah pengaruh ulama konstitusionalisis dan mengangkat pamor otokratik yang kharismatis yang mampu memimpin dengan tidak hanya bergantung pada supremasi syari`ah. Kedua, al- makmun lah yang memulai merekrut serdadu bangsa turki, dengan pertimbangan bahwa mereka tidak berpihak kemana-mana dalam pertikaian politik, selain gagah berani karena pada saat itu, persaingan tak sehat terjadi antara suku arab dan persia. Ketika al-mu`tasim memerintah (833-842M/218-277H), kebijakan ini semakin diperkuat sehingga jumlah mereka telah mencapai sekitar 70.000 orang serdadu. Khalifah juga membentuk pasukan pengawal yang sebelumnya belum pernah ada. Diantara serdadu bayaran tadi ada yang dipercaya untuk menduduki jabatan tinggi, sehingga menimbulkan kemarahan dihati para penduduk lama, baik bangsa arab maupun persia.keadaan ini tentu berakibat politis pula, karena langkah tersebut dibarengi dengan penyingkiran orang-orang arab dan persia yang berpengaruh, agar mereka tidak meyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan padahal menuru carl brooklemann, sebagaimana dikutip oleh syalabi, orang – orang turki terkenal angkuh dan sangat kejam. Sehingga ketika khalifah berusaha menghindarkan perebutan kekuasaan antara orang arab dengan orang persia, justru terjerumus kejurang kekuasaan orang turki.

bersambung.............................

M. Thoyib HM

terkadang kehidupan dunia membuat kita lalai dalam mengerjakan apa yang telah menjadi sebuah kewajiban untuk akhirat

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post